TANGGAMUS – Mungkin masyarakat di Kabupaten Tanggamus, Lampung, hingga kini masih banyak yang belum tahu tentang sejarah Kekhatuan Semaka.
Kekhatuan Semaka merupakan salah satu kerajaan yang dulu ada di Teluk Semaka, Kabupaten Tanggamus, antara abad 15 hingga 18.
Keturunan ke-13 dari Raja Kekhatuan Semaka, Abu Sahlan menceritakan, Kekhatuan Semaka dulunya berpusat di Tanjungburnai. Tanjungburnai saat ini adalah wilayah Pantai Tanjungan di Kecamatan Pematang Sawa.
Kekhatuan Semaka sempat beberapa kali berpindah tempat. Namun, pada abad ke 18, Kekhatuan Semaka menetap di Pekon Sanggi Unggak, Kecamatan Bandar Negeri Semuong.
Kekhatuan Semaka dulunya dipimpin oleh Ratu Tunggal Balak Kuasa yang merupakan Raja Kekhatuan Semaka.
Kekhatuan Semaka sempat berjaya pada abad 15 sampai 18.
Dulunya, Kekhatuan Semaka pada awalnya menampung penduduk dari kerajaan Sekala Brak Buai Anak Tumi atau Kerajaan Sekala Brak kuno.
Saat itu kekuasaannya ditumbangkan oleh kelompok yang kemudian mendirikan Sekala Brak Paksi Pak.
Sekala Brak Buai Anak Tumi dulunya adalah animisme. Kemudian dikalahkan oleh Sekala Brak Paksi Pak yang sudah menganut agama Islam. Kemudian, Keratuan Semaka menampung pelarian Sekala Brak Buai Anak Tumi.
“Barang-barang peninggalan Sekala Brak Buai Anak Tumi hingga saat ini masih tersimpan di Museum Kekhatuan Semaka, diantaranya seperti batu-batu untuk pemujaan,” terangnya.
Setelah menampung Sekala Brak Buai Anak Tumi, lanjut Abu Sahlan, Kekhatuan Semaka kian diakui saat membantu Kesultanan Banten dalam menaklukan Rawayan atau yang saat ini dikenal sebagai Suku Badui di daerah Pandeglang, Banten.
Saat itulah disebutkan bahwa Kekhatuan Semaka masuk dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Banten.
Ia juga menjelaskan bahwa, di Lampung yang jadi bagian dari Kesultanan Banten diantaranya seperti Keratuan Darah Putih di Kalianda yang merupakan keratuannya Radin Inten.
Kemudian Keratuan Melinting di Lampung Timur, Keratuan Pemanggilan di Bandar Lampung, dan Keratuan Semaka di Kabupaten Tanggamus.
Kekhatuan Semaka semakin diakui lagi pasca mengirimkan bantuan pasukan perang ke Radin Inten untuk melawan kolonialisme.
Bukti itu hingga kini masih ada yakni berupa meriam berwarna hitam yang ditempatkan di Museum Kekhatuan Semaka.
Kemudian, Setelah abad ke 18, Kekhatuan Semaka mulai redup karena beberapa faktor, diantaranya tidak tersebutkan lagi nama Kekhatuan Semaka dan berganti dengan sebutan Semoung.
Kemudian pimpinannya lebih memilih menyebarkan ajaran agama Islam ketimbang membesarkan dan menguatkan kekuasaan keratuan.
Selain itu, juga dipengaruhi akibat masuknya kolonialisme, dan bencana alam yakni meletusnya gunung Krakatau pada Tahun 1883 yang membuat nama Keratuan Semaka kian hilang. (Uji)