TANGGAMUS – Mungkin masyarakat di Kabupaten Tanggamus hingga kini belum banyak yang tahu tentang sosok Pahlawan Asal Tanggamus yakni Batin Mangunang.
Nama Batin Mangunang juga saat ini diabadikan pada Rumah Sakit Umum yang ada di Kabupaten Tanggamus yakni RSUD Batin Mangunang, di Kotaagung.
Berikut ini Saburai Lampung rangkum kisah sosok Batin Mangunang, salah satu Pahlawan asal Kabupaten Tanggamus yang memiliki jasa cukup besar dalam mempertahankan tanah Lampung dari jajahan belanda.
Pada Tahun 1832, Batin Mangunang mengadakan perlawanan melawan penjajahan Belanda dari Kota Agung yang saat ini merupakan Ibukota Kabupaten Tanggamus.
Dikutip dari Buku “Sejarah Perlawanan terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Daerah Lampung” terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1993, Batin Mangunang bukanlah nama diri melainkan gelar.
Batin merupakan sebutan bagi Kepala Adat dari Saibatin. Sementara Mangunang berarti nama yang tersohor atau terkenal di mana-mana.
Batin Mangunang berasal dari Buay Nyatta, marga dari Kotaagung, Tanggamus. Nenek moyangnya berasal dari Krui yaitu Raja Kiang Negara.
Sewaktu kecil, Batin Mangunang bernama Sabit. Saat menjadi Kepala Marga, ia bergelar Dalom Urak Belang. Ini karena terdapat belang di lehernya.
Perlawanan Batin Mangunang terhadap Belanda dikarenakan ia tidak ingin tanah leluhurnya dikuasai Belanda.
Batin Mangunang mengadakan perlawanan terhadap Belanda di daerah Teluk Semangka, Tanggamus.
Pada saat Radin Inten I wafat, Batin Mangunang mendapat restu dari para Kepala Kampung di Telukbetung dan Semangka untuk menyerbu pertahanan Belanda di Telukbetung.
Namun Belanda mengirim sekitar 32 orang untuk menyelidiki kedudukan Batin Mangunang di Muton.
Kedatangan pasukan Belanda itu disambut pasukan Batin Mangunang. Kalah jumlah, pasukan Belanda lari kocar-kacir ke Telukbetung.
Pada 27 Agustus 1831, Belanda mengirim ekpedisi militer ke Teluk Semangka. Ekspedisi itu dipimpin Kapten Hoffman.
Tiba di Tanjungan (saat ini berada di Kecamatan Pematangsawa), Hoffman memanggil para kepala marga di Semangka ke kapal perang.
Hanya paksi dari Benawang dan Batin Mangunang yang tidak memenuhi panggilan Belanda.
Pada pertemuan dengan kepala marga, Kapten Hoffman menyatakan tujuannya untuk menawan Dalem Sangun Ratu, Kepala Marga Benawang dan Batin Mangunang.
Karena keduanya tidak hadir, Kapten Hoffman memutuskan untuk membawa tiga kepala marga yang hadir ke Batavia.
Mendengar keinginan Belanda, sontak semua kepala marga menghunus kerisnya. Bahkan salah seorang menantu Paksi Way Nipah, seorang Bugis, berupaya menikam Hoffman, namun gagal. Justru dia yang tewas ditikam Kapten Hoffman.
Keadaan saat itu kacau. Belanda berhasil mengatasi keadaan dan membawa kepala-kepala marga ke Kapal Alexandria.
Ekspedisi militer Belanda melanjutkan perjalanan untuk menyerbu ke Taratas Bombay, benteng pertahanan Batin Mangunang pada 9 September 1832.
Saat dalam perjalanan menuju pertahanan Batin Mangunang, pasukan Belanda terjebak dalam perangkap yang sudah dipasang.
Pasukan Batin Mangunang yang sudah siap tempur, segera menghujani pasukan Belanda dengan tembakan dari senapan locok dan meriam.
Pasukan Belanda terluka dan beberapa ada yang tewas. Bahkan Kapten Hoffman dan beberapa perwira luka berat. Belanda memutuskan mundur kembali ke Negara Ratu di Benawang.
Belanda kembali merancang strategi untuk menggempur pertahanan Batin Mangunang. Dua hari kemudian pada 11 September 1832, Belanda kembali melancarkan serangan.
Kali ini Belanda mengerahkan pasukan dalam jumlah besar dan dipersenjatai meriam. Tembakan meriam dilakukan terus menerus sementara pasukan terus bergerak maju.
Siasat Belanda ini ternyata sudah diprediksi Batin Mangunang. Batin Mangunang sudah menarik mundur pasukannya ke dalam hutan lebat di lereng Gunung Tanggamus.
Benteng Taratas Bombay memang jatuh ke tangan Belanda karena sudah ditinggal pasukan Batin Mangunang. Alhasil Belanda tidak menemukan satu pun mayat dan senjata di benteng tersebut.
Belanda mengira sudah menang karena mengangap Batin Mangunang tidak berani melawan lagi. Padahal Batin Mangunang masih melakukan perlawanan sampai akhir hayatnya.
Batin Mangunang dimakamkan di Tambak Balak, Kota Agung, Tanggamus.
Perjuangan Batin Mangunang dilanjutkan anaknya yakni Mangku Negara. (uji)