BANDARLAMPUNG – Beberapa waktu lalu ramai diperbincangkan soal ekspor cengkeh Indonesia ke Amerika Serikat (AS) yang terhambat karena temuan cemaran radioaktif pada komoditas tersebut.
Meskipun ekspor dilakukan melalui Surabaya, cengkeh yang terkontaminasi dilaporkan berasal dari Lampung.
Kepala Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (BKHIT) Lampung, Donni Muksydayan, membenarkan adanya temuan tersebut.
Ia menyatakan kasus ini sedang ditangani oleh Satuan Tugas (Satgas) gabungan dari berbagai instansi di tingkat pusat.
Instansi yang terlibat antara lain BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir), BPOM, BRIN, Kementerian Koordinator Bidang Pangan, serta Karantina.
“Ini masih ditangani oleh Satgas pusat, gabungan dari banyak instansi. Yang jelas, cemaran ini sebelumnya tidak masuk ranah di protokol ekspor kita dengan Amerika,” ujar Donni Muksydayan, Rabu, 22 Oktober 2025.
Ia memperkirakan temuan tersebut berasal dari badan pengawas di AS, seperti BPOM-nya Amerika.
Selama ini, kata dia, persyaratan ekspor karantina hanya sebatas pada keamanan pangan dan organisme pengganggu.
“Ini memang cemaran baru,” tambah Donni.
Sebagai langkah antisipasi, BKHIT Lampung telah berkoordinasi dengan para pelaku usaha cengkeh di daerah tersebut.
Pihaknya meminta agar ekspor cengkeh ke Amerika Serikat ditunda sementara waktu.
Meskipun sebagian cengkeh yang terkontaminasi berasal dari Lampung, Donni menegaskan bahwa ekspor langsung dari provinsi itu ke luar negeri selama ini tidak ada.
“Ekspornya bukan dari Lampung sebenarnya. Ini ekspornya dari Surabaya. Tapi dia salah satu sumbernya dibeli dari Lampung dan Jawa Tengah,” jelasnya.
Terkait dugaan lokasi serta sumber kontaminasi, Donni menyebut hal itu menjadi kewenangan Satgas gabungan.
“Nah ini Satgas yang lagi menangani. Karena kewenangannya tidak di kita. Ini langsung dari Bapeten dan Menko Pangan. Hasilnya seperti apa, kita juga belum tahu. Tapi yang jelas nanti pasti akan diumumkan,” ujarnya.
Donni berharap kasus ini dapat segera diselesaikan agar tidak menimbulkan sentimen negatif terhadap komoditas ekspor Indonesia.
Ia juga menilai temuan ini menjadi tonggak penting bagi peningkatan pengawasan ekspor ke depan.
“Pengawasan ke depan yang jelas, dengan temuan ini, kemungkinan bebas cemaran radioaktif akan menjadi tambahan persyaratan ekspor,” ungkap Donni. (*)